Kementerian ATR/BPN Ekspos Penanganan Kasus Mafia Tanah

212

Jakarta, BERANTAS

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan terus memerangi mafia tanah dengan tujuan memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat maupun badan hukum;

Dalam Konferensi Pers Kementerian ATR/BPN secara daring terkait Mafia Tanah yang dipimpin langsung Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Senin (18/10) di Jakarta, dijelaskan bahwa Mafia tanah adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan kejahatan di bidang pertanahan secara melawan hukum untuk memperoleh tanah atau hak atas tanah dengan tidak harus membelinya namun didapat dengan cara bekerja sama dengan oknum BPN, oknum penegak hukum, Notaris/PPAT, Penyandang Dana, Pengacara, Lurah/Kepala Desa yang
menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Adapun modus kejahatan mafia tanah dapat diidentifikasi dengan beberapa praktek-praktek kejahatan, antara lain:
1) Pemalsuan Alat Hak berupa Girik/Petuk/Kekitir/VI (merupakan alat pembuktian lama);
2) Mencari legalitas di Pengadilan;
3) Pemalsuan AJB dan Surat Kuasa Menjual;
4) Membuat Sertipikat Palsu dan Sertipikat Pengganti;
5) Menghilangkan warkah;
6) Menduduki tanah secara illegal melalui preman;
7) Pemufakatan jahat dengan makelar.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berpendapat bahwa kejahatan mafia tanah merupakan kejahatan yang bersifat extra ordinary yang dalam penanganannya diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak antara lain Kepolisian (Satgas Anti Mafia Tanah), Kejaksaan, Mahkamah Agung,
Komisi Yudisial, dll.

Sejak tahun 2018-2020, untuk menangani mafia tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bersama Polri telah menetapkan Target Operasi (TO) Mafia Tanah;

Progres dari TO Mafia Tanah dari Tahun 2018-2020 adalah sebagai berikut;
1. Update Penanganan TO Tahun 2018 (Sudah divonis 7).
2. Update Penanganan TO Tahun 2019 (Sudah divonis 11).
3. Update Penanganan TO Tahun 2020 (Sudah divonis 7).

Dalam menangani kasus mafia tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah menentukan tipolgi kasusnya, yaitu:
1) Pemalsuan dokumen;
2) Pendudukan tanah illegal tanpa hak;
3) Mencari legalitas dengan rekayasa perkara di Pengadilan;
4) Kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas;
5) Jual beli tanah sengketa di hadapan Notaris dan tidak kuasai fisik, SKGR
Lurat dan Camat;
6) Rekayasa penilaian/appraisal nilai tanah;
7) Pemufakatan jahat pemilik dana dengan para makelar;
8) Kuasa mutlak untuk menjual, PPJB lunas, kenyataannya belum lunas,
merugikan pemilik;
9) Kejahatan (penggelapan dan penipuan) (korporasi/perorangan);
10)Pemalsuan kuasa pengurusan hak tanah;
11)Hilangnya warkah tanah.

Diperoleh informasi bahwa bentuk praktek-praktek mafia tanah sebagai berikut:
1) Kepala Desa membuat Salinan girik,membuat surat keterangan tidak sengketa, membuat surat keterangan penguasaan fisik atau membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada beberapa pihak untuk bidang tanah
yg sama;
2) Memprovokasi masyarakat petani/penggarap untuk mengokupasi atau mengusahakan tanah secara illegal di atas perkebunan HGU baik yang akan berakhir maupun yang masih berlaku.
3) Pemalsuan dokumen terkait tanah seperti kartu eigendom, Kikitir/Girik, Surat Keterangan Tanah, SK Redistribusi Tanah, Tanda Tangan Surat Ukur;
4) Merubah/ menggeser/ menghilangkan patok tanda batas tanah;
5) Mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang padahal sertifikat tidak hilang dan masih dipegang oleh pemiliknya sehingga mengakibatkan beredarnya 2 (dua) sertifikat di batas bidang tanah yg sama.
6) Dengan sengaja menggunakan jasa preman untuk kuasai fisik objek tanah milik orang lain yang sudah bersertifikat, memagarnya dan menggemboknya kemudian mendirikan bangunan di atasnya, dan ketika ada pengaduan dari masyarakat pemilik tanah, mereka berdalih telah menguasai fisik tanah
sejak lama;
7) Menggunakan pengadilan untuk melegalkan kepemilikan atas tanah;

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terus melakukan pencegahan mafia tanah dari hulu sampai hilir, dengan berbagai program kegiatan, yaitu:

1) Hak-hak lama diberi tenggang waktu selama 5 (lima) tahun untuk
dimohonkan haknya, setelahnya hanya sebagai petunjuk bukan sebagai
bukti;
2) Mempercepat pendaftaran dan pensertipikatan tanah di seluruh Indonesia;
3) Redistribusi Tanah / Reforma Agraria;
4) Mempercepat penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan;
5) Memperbaiki sistem administrasi SDM, promosi, demosi, hukuman disiplin
dan perbaikan regulasi/administrasi Pertanahan;
6) Penerbitan Sertipikat untuk seluruh tanah BUMN/BUMD dan BMN/BMD;
7) Penyelesaian Overlaping (sertipikat ganda);
8) Menerapkan digitalisasi warkah, dokumen, gambar ukur dan pelayanan
pertanahan lainnya;

Dijelaskan, intuk hukuman disiplin, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, melalui Inspektorat Jenderal telah memberikan hukuman
disiplin dengan kategori sebagai berikut;
Hukuman Disiplin Berat 32
Hukuman Disiplin Ringan 53
Hukuman Disiplin Sedang 40

Dalam penyelesaian sengketa pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berupaya menyelesaikannya melalui mediasi (Akta Vandading).

Adapun sengketa pertanahan yang berhasil diselesaikan melalui mediasi (Akta Vandading), sebagai berikut:
1) PT Indonesia Power dengan PT Belaputera dan afiliasinya di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat;
2) PT Pertiwi Lestari dengan Dewan Pimpinan Legiun Veteran RI di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat;
3) PT Buana Estate dengan PT Genta Prana di Bogor, Kabupaten Jawa Barat;
4) Kampung Nelayan sebanyak 434 KK dengan PT Pelindo II di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu;
5) Masyarakat sebanyak 3.200 orang di atas eks HGU PT. Sinarkartasura dan PT. KAI, seluas 198 ha di Bandungan Kab Semarang, Prov. Jawa Tengah;
6) Masyarakat 5.000 KK (10 desa) diperbolehkan menggarap sepanjang belum digunakan TNI (latihan tembak) di Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah.

Selain itu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional telah menangani beberapa kasus mafia tanah/terindikasi mafia tanah diantaranya:

1. Kasus Mafia Tanah pada SHGB 1568/Kembangan Selatan (PT.
Proline), jakarta Barat;
2. Kasus Mafia Tanah pada SHM 4931/Cakung Barat (PT. Salve
Veritate), Jakarta Timur);
3. Kasus Mafia Tanah pada SHGB 06074/Duren Sawit, Jakarta Timur;
4. Kasus Mafia Tanah SHM 8516/Cilandak Barat (Dino Pati Jalal), Jakarta Selatan;
5. Kasus Mafia Tanah SHM 2575/Pondok Pindang ( Soetrisno Bachir), Jakarta Selatan
6. Kasus Mafia Tanah pada SHM 02878?sambirejo, Semarang, Jawa
Tengah ;
7. Kasus Mafia Tanah pada pembatalan SH nomor 05922/Sekejati, Kota Bandung, Jawa Barat;
8. Kasus Mafia Tanah pada SHM 07035/Bangka, Jakarta Selatan;
9. Kasus Mafia Tanah pada penerbitan SHGB Nomor 87 s.d 154/Lubuk Raya, Tebing Tinggi, Sumatera Utara;
10. Kasus Mafia Tanah pada SHGB 734/Tanjung Buntung, Batam,
Kepulauan Riau;
11. Kasus Mafia Tanah pada gugatan Aset BMN pada provinsi Sulawesi
Selatan (Kasus Intje Baharudin);
12. Kasus Mafia Tanah pada SHM 01677/Petogogan, Jakarta Selatan
13. Kasus Mafia Tanah pada SHM 7035/Cipedak, Jakarta Selatan

(Susandra/Humas BPN)