berantasonline.com (Jakarta) – Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan populasi penduduk mencapai 260 juta jiwa, Indonesia kini telah memasuki era baru pembangunan kawasan pedesaan untuk mengentaskan kemiskinan.
Kebijakan Dana Desa (DD) sebagai implementasi dari UU Desa No. 6 tahun 2014 untuk percepatan pembangunan kawasan pedesaan sebagai langkah strategis pertama kali di dunia.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan hal itu ketika menjadi pembicara di Konferensi Internasional Fund for Agricultural Developmen (IFAD) di Roma, Italia, Selasa (02/05) lalu.
“Lebih dari 82% penduduk desa bekerja di sektor pertanian. DD disalurkan untuk menjadi daya ungkit dan memaksimalkan potensi pertanian tersebut,” ujarnya.
Hingga tahun 2017 lalu, ungkap Menteri Eko, DD yang disalurkan ke lebih dari 74.910 desa telah berhasil membangun 123.145 km jalan desa, 5.220 unit pasar desa, 26.070 unit kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), 1.927 unit embung, dan 28.091 unit irigasi. Selain itu digunakan diantaranya untuk membangun sarana air bersih sebanyak 37.496 unit, 5.314 unit Polindes, 18.072 unit PAUD, 11.424 unit Posyandu, 108.484 unit MCK, 38.217 kilometer drainase, dan 65.918 unit penahan tanah.
“DD tersebut menjadi pendorong untuk menunjang aktivitas ekonomi serta peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Kami terus bergerak untuk memberantas kemiskinan di pedesaan dengan kebijakan tersebut,” ujar Menteri Eko.
Dikatakan, kebijakan DD telah berhasil mengurangi kesenjangan sosial. Badan Pusat Statistik mencatatat, pada April 2018 lalu, gini ratio di desa yakni 0,32, di kota 0,4 dan gini ratio nasional 0,39. Hal tersebut menunjukkan pembangunan di desa menjadi pendobrak penurunan gini ratio di Indonesia.
Konferensi yang dibuka oleh Wakil Presiden IFAD, Cornelia Richter, tersebut menjadi forum untuk mengevaluasi berbagai pendekatan terhadap pengurangan kemiskinan pedesaan. Empat aspek utama indikator ketidaksetaraan menjadi pembahasan, yakni akses sumber daya, ketahanan ekonomi dan lingkungan, hubungan sosial budaya, serta hak politik.
Konferensi ini diikuti oleh pejabat tinggi dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pejabat tinggi dari berbagai donor pendanaan pembangunan multilateral, serta berbagai pimpinan tinggi dari mitra internasional yang secara khusus menangani evaluasi pembangunan.
Turut hadir perwakilan dari organisasi pembangunan bilateral dan multilateral, sektor swasta, organisasi kemanusiaan, akademisi internasional, serta pusat penelitian. (sam)