Pemerintahan = Buah Partai Politik

40

Oleh : Wendy Melfa
Pengasuh RuDem (Ruang Demokrasi)

Fenomena gelombang eksodus kader Partai Politik (Parpol), “loncat”nya kader Parpol dari Parpol satu ke yang lainnya, mundur atau bergabungnya sosok figur/ tokoh dari atau kedalam Parpol, dalam perjalanan kehidupan Parpol di tanah air ini adalah hal yang biasa, menjadi terbiasa dan pada akhirnya menjadi biasa saja, anak muda sekarang sebut dengan istilah be ajaa.

Juga ada banyak motivasi dan alasan hingga fenomena itu terjadi, meskipun ada banyak yang melihatnya dari perspektif ada apa atau motivasi apa, tulisan ini lebih memilih pada substantif yang sepatutnya untuk diingatkan kepada rakyat yang sejatinya adalah pengendali sekaligus pemilik demokrasi.

Pemerintahan Konstitusi
Pemerintahan pada substansinya adalah fungsi-fungsi kelembagaan yang berkaitan dengan fungsi eksekutif (Kepala Pemerintahan) dan/ fungsi legislatif (DPR/D) pada tingkatannya. Mekanisme demokrasi yang disepakati dan menjadi landasan konstitusi untuk menetapkan siapa saja yang mendapat mandat dari rakyat untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut adalah sebuah pemilihan umum dalam arti kedaulatannya ada pada rakyat dan pemegang saham utamanya (kalo tidak mau disebut pemegang saham tunggal) mekanisme tersebut adalah Partai Politik. Hal itu terjadi karena Konstitusi kita “hanya” memberikan ruang kepada Parpol (yang memenuhi syarat) yang dapat sebagai peserta mekanisme pemilihan untuk rekruitmen orang-orang yang akan menjalankan fungsi eksekutif atau legislatif, hanya untuk Pilkada diberikan kesempatan bagi calon perseorangan (independent) dapat ikut serta, namun bila dilihat dari tingkat keberhasilan dalam memenangkan pemilihannya terbilang sangat kecil sekali prosentasinya, artinya secara pragmatis Parpol lebih mendominasi urusan dimaksud.

Dari perspektif Konstitusi, dapat dipahami bahwa secara umum iklim dan cara menjalankan Pemerintahan adalah juga dapat mencerminkan kondisi ke-Partai Politik-an sesuai tingkatannya. Baik atau kurang baiknya kinerja dalam menjalankan Pemerintahan, aspiratif atau tidaknya, demokratis dalam arti luas atau tidaknya dalam melibatkan stake holder dalam menjalankan fungsinya sejatinya adalah refleksi dari sikap atau kondisi dari Parpol yang ada sesuai tingkatannya.

Cermin Parpol
Sebagai “pemegang saham tunggal”, Parpol lah yang mempersiapkan, melahirkan, mengontrol sekaligus mendapatkan “keuntungan” baik secara politik dan atau lainnya dari menempatkan kader partai atau selain itu yang diusulkan untuk dipilih rakyat untuk menjalankan fungsi-fungsi Pemerintahan, baik pada tataran Eksekutif maupun Legislatif. Oleh sebab itu rakyat sejatinya sebagai pemegang kedaulatan berhak untuk memberikan penilaian baik secara etik, kinerja dan perspektif kemanfaat atas fungsi-fungsi yang dijalankan tersebut dan pada gilirannya berhak memberikan ponten penilaian sekaligus reward atau punishment atas keberhasilan atau kegagalan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, karena disitulah goal (tujuan) dari dijalankannya fungsi pemerintahan. Silent punishment terberat dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan adalah dalam bentuk “tidak memilih” Parpol tersebut pada agenda pemilihan umum berikutnya, dan inilah sesungguhnya yang paling dikhawatirkan oleh Parpol, hilangnya “trust” dari pemilih sebagai pemegang kedaulatan.

Era digital seriring dengan meningkatnya kesadaran politik sebagai dampak pendidikan politik baik secara langsung atau tidak dari media dan juga Parpol, menyebabkan bertumbuhnya kecerdasan politik rakyat. Inilah yang patut dijadikan pertimbangan utama Partai Politik dalam merekrut dan menempatkan “orang Parpol” untuk menempati posisi dan jabatan baik diinternal Parpol terlebih lagi untuk posisi jabatan publik. Sejatinya kita tidak perlu risau dalam dalam merespon fenomena gelombang eksodus kader Partai Politik(Parpol), “loncat”nya kader Parpol dari Parpol satu ke yang lainnya, mundur atau bergabungnya sosok figur/ tokoh dari atau kedalam Parpol, sebuah natural mecanism dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan akan membantu Parpol sekaligus akan mengevaluasi manakala Parpol tidak hati-hati dalam menempatkan sosok figur didalamnya.

(Bust/red.1)