Menyiksa dan Melumuri Dengan Kotoran Manusia, Irjen Napoleon Harus Diproses Hukum

57

Jakarta, BERANTAS

Akibat melakukan penyiksaan dan penganiayaan serta melumuri dengan kotoran manusia harus dilakukan proses hukum.

Perbuatan yang dilakukan Irspektur Jenderal (Irjen) polisi Napoleon Bonaparte mendapat sorotan dari Indonesia Police Watch (IPW).

Ketua Indonesia Police watch, Sugeng Teguh Santoso didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) IPW, Data Wardhana dalam keterangannua mengatakan bahwa, pihaknya mendorong Bareskrim Polri segera memeriksa dan memproses hukum terdakwa Napoleon Bonaparte yang menganiaya tahanan tersangka Mohamad Kece hingga luka luka dan dilumuri kotoran manusia.

Disamping mendesak kapolri untuk memerintahkan Propam memeriksa kepala rutan Mabes Polri.
Penganiayaan yang dilakulan oleh Napoleon Bonaparte, terdakwa tindak pidana korupsi dalam kasus penghapusan red notice terpidana Joko Tjandra terhadap tersangka penistaan agama Mohamad kece serta tindakan melumuri kotoran manusia tersebut, selain sebagai tindak pidana juga mencoreng wajah Polri.
Pasalnya, walaupun Terdakwa Napoleon Bonaparte sudah divonis 4 tahun tetapi Napoleon masih dalam status sebagai anggota Polri dengan pangkat Irspektur jenderal Polisi.

Penganiayaan yang terjadi dalam rutan mabes polri tidak dapat ditolerir karena berdasarkan Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi Prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan Tugas kepolisian pasal 10 huruf f perkap no. 8 tahun 2009 dijelaskan, dalam melaksanakan tugas penegakan hukum setiap petugas/anggota polri wajib memenuhi ketentuan berperilaku menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada dalam tahanannya, lebih khusus memberikan layanan kesehatan yang diperlukan.

“Sedangkan di Pasal 11 (1) huruf b dan c perkap 8/2009 itu disebutkan petugas polisi dilarang melakukan penyiksaan tahanan, pelecehan, kekerasan seksual”, tegas Sugeng.

Sehingga kalau merujuk dari perkap tersebut jelas bahwa selain terhadap Napoleon harus diproses hukum, juga terhadap petugas tahanan karena dinilai lalai dalam menjaga keselamatan tahanan sehingga perlu diperiksa untuk dimintai pertanggungjawabannya.

Tindakan yang dilakukan Irjen Napoleon kepada tersangka Mohammad Kece dengan alasan karena Mohammad Kece yang dikaitkan dengan keyakinan agama karena MK menghina Allah, Al Quran dan Rasulullah SAW menjadi suatu tanda awas bagi Polri bahwa masih ada ghirah keagamaan yang salah disalurkan, bahkan Tindakan Napoleon Bonaparte justru bertentangan dengan upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pelaku-pelaku terorisme. Lagi pula apa yang dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte tersebut bukanlah karakter anggota Polri yang saat ini menjadi polisi sipil, polisi yang humanis, polisi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menurut ketua IPW bahwa sikap fatalis Napoleon ini mungkin juga wujud sikap frustasinya atas nasib yang dialaminya terkena kasus pidana korupsi suap sehingga ia mengambil resiko diproses hukum dan bisa dinyatakan sebagai residivis (seorang yg melakukan tindak pidana lagi setelah diputus perkaranya) Praktek penganiyaan dan pelecehan (dilumuri kotoran manusia) pada tahanan tahanan yang selama ini hanya sebagai isu jutsru muncul terbuka dan menjadi suatu kenyataan atas ulah Napoleon tersebut.

“Sehingga IPW mendesak pimpinan Polri melakukan pengawasan pada rutan-rutan polisi agar tidak terjadi praktek kekerasan dan pelecehan pada tahanan karena berdasarkan perkap 8/ 2009 pasal 22 (3 ) dinyatakan tahanan tetap diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sebelum ada keputusan hukum berkekuatan tetap”, tegas Sugeng.

(ytm)