berantasonline.com (Serang Banten) – Klinik OTIKA BANTEN yang terletak di Jalan Raya Serang-Baros KM 11 Kampung Pertanian Kabupaten Serang Banten, diduga telah melakukan tindak pidana pelanggaran Pasal 90 jo Pasal 185 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perusahaan tersebut hanya membayar upah kepada tenaga kerja sebesar Rp 1.300.000, jauh dibawah Upah Miminum Provinsi (UMP) Provinsi Banten yang telah ditetapkan Gubernur sebesar Rp. 3.540.000.
Wakil Direktur Klinik OTIKA BANTEN, Irfan ketika dikonfirmasi Wartawan berantasonline.com, Selasa (27/2), terkait adanya informasi salah seorang karyawan security klinik bernama Tatang Sutarlan yang menerima upah dibawah Upah Minimum mengatakan, “Kami mengakui bahwa benar gaji saudara Tatang Sutarlan Rp. 1.300.000 per Bulan. Namun untuk keluarganya digratiskan BPJS”, ujarnya.
Angga selaku HRD Klinik OTIKA BANTEN menambahkan, bahwa Tatang Sutarlan awalnya di gaji Rp. 800.000, sekitar Februari tahun 2016 dan setiap 6 bulan ada kenaikan gaji. “Namun saudara Tatang Sutarlan sudah di PHK tanggal 15 pebruari 2018 karena tidak bisa bekerja sama dengan rekan kerjanya”, imbuhnya.
Menurut Angga, sekitar bulan Januari lalu terjadi kehilangan motor jenis beat milik karyawan dikarenakan pintu pagar selalu dibiarkan terbuka karena dilintasi warga, “Pagar tidak pernah di kunci oleh saudara Tatang selaku Satpam, sehingga akhirnya Tatang di PHK”, kata Angga.
Namun lain halnya dengan keterangan Tatang Sutarlan kepada berantasonline.com, Minggu (4/3), yang mengaku di PHK karena mewakili semua karyawan OTIKA Banten mengusulkan kenaikan gaji dibayarkan sesuai UMK yang berlaku.
“Selama ini saya hanya di bayar Rp. 1.300.000 per bulan bahkan masih ada beberapa orang yang menerima upah Rp. 800.000 itu kotor tidak ada tambahan apapun, saya mengusulkan agar semua karyawan upah karyawan dibayarkan sesuai UMK yang berlaku. Namun pihak manajemen perusahaan bukannya menanggapi malah langsung memPHK secara sepihak dengan alasan tidak bisa kerja sama dengan rekan. Pada waktu itu tanggal 15 Februari saya jaga malam sampai pagi, keesokan harinya saya disuruh kerja lagi, karena tidak dibayar lemburan maka saya menolak”, tuturnya.
“Sore harinya sekitar jam 3 sore, lanjutbTatang, pihak manajemen diwakili Angga selaku HRD memanggil saya dan langsung memutuskan untuk memPHK”, ujar Tatang menambahkan.
Sementara itu, Petugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Serang, Minsyar saat dimintai komentar dikantornya (27/2), mengatakan bahwa jenis usaha formal baik perorangan maupun kelompok harus membayar Upah sesuai dengan Upah Minimum yang berlaku sesuai SK Gubernur Banten. “Jenis usaha formal dengan menggaji karyawan 1.300.000 per bulan itu melanggar hukum”, tegasnya.
Adapun mengenai karyawan menyampaikan tuntutan agar upah nya disesuaikan dengan UMK adalah hak nya yang di lindungi Undang-undang. “Seharusnya di tanggapi dengan bijak, bukan langsung di PHK begitu saja” tandasnya. (rais/dry)