berantasonline.com (Bogor Barat)
Kawasan hutan produksi seluas 256.77 ha yg diperuntukan kepada proyek pertanian veteran dan Demob. RI Lokapurna, yang di klaim oleh Taman Nasional tetap masuk kedalam kawasan TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak), kini telah berubah fungsi menjadi kawasan usaha penginapan dan resort yang beraneka ragam, mulai dari kelas melati sampai ke hight class (resort), tanpa dilengkapi perijinan baik perijinan usaha maupun ijin bangunan.
Pembiaran yang dilakukan oleh TNGHS, malah didukung dengan diberlakukannya ijin usaha jasa dan sarana yang dikeluarkan oleh Balai taman Nasional.
Hal ini pernah dijelaskan dan dipaparkan oleh Kaur Perijinan semasih dijabat oleh Nurpaizin, dan sampai detik ini ditindak lanjuti dalam setiap acara dan pertemuan dengan para pemilik villa yang berdiam dikawasan yang sebenarnya status kawasan termaksud adalah kawasan Hutan Produksi, sesuai dengan surat keputusan Mentri Kehutanan no 268/menhut-II/1987 tentang perubahan sebagian fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi.
Taman Nasional sebagai fungsi pemelihara pengawas atas hutan bukan saja melakukan pembiaran, akan tetapi memberi peluang kepada penguasa dan pengusaha dalam melakukan perambahan dan pengrusakan pada hutan yg ada.
Hal tersebut ditegaskan lagi oleh Ketua Proyek Pertanian Veteran dan Demobilisasi RI Lokapurna B. Sudarsono yang notabene seorang pelaku sejarah berdirinya proyek pertanian veteran lokapurna.
“Kami tidak pernah menyetujui apalagi melegalkan dalam kawasan proyek pertanian veteran dan Demob. RI Lokapurna seluas 256.77 Ha, berubah fungsi menjadi hutan beton dan pondasi sampai kapanpun”, tegasnya.
Darsono menjelaskan, bahwa sesuai dangan fungsinya, kawasan hutan produksi hanya dapat digunakan untuk pemukiman seluas 10 persen dari luas lahan garapan yang dimiliki, karena proyek pertanian veteran lokapurna ini mengacu pada Hukum Transmigrasi yang diberikan oleh pemerintah saat itu.
“Sampai kapanpun yang menjadi landasan hukum proyek pertanian veteran adalah SK Menteri Kehutanan nomor 268/menhut-II/1987 dan nomor 239/menhut II/987. Juga memperhatikan surat Kemen LHK nomor 327/kemenLHK/2016 tentang perubahan kembali status kawasan taman nasional dan mencabut SK 175 /2003 tentang perluasan taman nasional yang dinyatakan tidak berlaku kegunaannya”, pungkasnya.
(Aff/red.1)